Mujahid Fletcher, demikian nama hijrah Jaime Fletcher setelah berislam. Hingga bersyahadat, ia mempelajari ajaran beragam agama. Ia pergi ke gereja, sinagog, hingga kuil demi mendapat jawaban, “siapa Tuhan”.
Perjalanan pun ditempuhnya, hingga kemudian mengenal Islam. Demi meneliti tentang Islam, ia bergabung dalam pengajian Muslimin, meski saat itu ia belum bersyahadat. Ia juga ikut serta rombongan Muslimin demi mengenal perilaku ibadah mereka. Hingga, kemudian di usia belia, pria asal Kolombo ini pun melabuhkan hatinya pada Islam.
“Semakin mempelajari Islam, kehidupan saya menjadi makin jelas. Saat itu, aku berumur sekitar 20 tahun. Kemudian, memeluk Islam saat usia 21 tahun. Jadi, aku meneliti selama sekitar satu tahun. Kadang-kadang serius dan kadang-kadang aku hanya menjadikannya sampingan karena ada begitu banyak gangguan yang terjadi dalam hidup,” ujar Jaime.
Perjalanan pencarian kebenaran pun dimulai Jaime dengan bekal keyakinan bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan itu Esa. Pergilah ia ke kuil dan mempelajari makna kehidupan umat Buddha. Tak puas, ia pergi ke sebuah candi untuk mempelajari ajaran Hindu. Masih tak puas, ia pegi ke sinagog mempelajari keyakinan Yahudi.
Bahkan, ia menempa ilmu pada seorang Yahudi yang pernah belajar di Israel. “Aku mempelajari filsafat dan beragam agama yang sangat berbeda. Aku mempelajari segala macam hal,” ujarnya.
Di tengah pencarian Tuhan dalam beragam agama itu, Jaime bertemu dengan seorang teman lamanya dari Mesir. Ia pun pergi ke klub malam bersama temannya dan meminum minuman keras. Sepulang dari klub malam, sekitar pukul 03.00 pagi, ia dan temannya berbincang dalam mobil. Tapi, teman asal Mesir tersebut hanya memandangi botol minuman keras dan berkata, “Aku tak percaya masih melakukan hal ini,” ujarnya tampak menyesal.
Jaime pun menganggapnya aneh. Apalagi, hal yang dilakukannya itu, menurutnya, hanyalah rutinitas pemuda pada umumnya. Ia pun bertanya pada temannya yang Muslim tersebut, “Apa maksudmu?”
Lalu temannya menjawab, “Aku tak percaya masih melakukan hal ini setelah pergi ke Makkah.”
Jaime makin penasaran, “Apa itu Makkah?”
“Itu adalah rumah Tuhan,” jawab teman asal Mesir itu.
“Aku telah mempelajari beragam agama dan filsafat, tapi tak tahu kalau Allah memiliki rumah,” kata Jaime.
“Tidak, tempat itu dibangun oleh Ibraham dan Ismail,” jawab temannya kemudian menjelaskan singkat.
Percakapan tersebut pun kemudian membuat Jaime sangat penasaran. Ia segera mencari tahu apa itu Baitullah, siapa itu Ibrahim dan Ismail. Setelah mengetahui bahwa keduanya merupakan utusan Allah, Jaime menghubungi temannya lagi. Dari situlah teman lamanya itu pun mengatakan Islam adalah agama yang benar dari Allah. Tak puas, Jaime terus menanyakan perihal Islam lebih banyak lagi. Tapi, teman Jaime enggan menjawab.
“Aku bertanya lagi dan dia mengatakan dia bukanlah orang yang tepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dia bilang, aku bisa berbincang dengan ibunya. Ibunya seorang mantan biarawati Kristen di Italia yang menjadi seorang Muslim,” ujar Jaime mengisahkan pengalamannya kali pertama merasakan penasaran yang sangat pada sebuah agama.
Maka, pergilah Jaime menempuh perjalanan menemui ibu temannya tersebut. Dari pertemuan tersebut, Jaime mendapatkan mushaf Alquran. “Ketika mempelajarinya, aku menyadari bahwa Islam lah yang selama ini aku cari. Semakin mempelajarinya, kehidupanku menjadi makin jelas,” kata Jaime.
Ia pun kemudian ingin lebih jauh memahami Islam. Membaca Alquran saja, menurutnya, tak cukup memberikan pemahaman sempurna. Ia pun pergi ke masjid dan mengikuti pengajian tafsir Quran. Ia ingin tahu, apakah Alquran tak pernah berubah. Sekitar setahun, Jaime yang belum menjadi Muslim itu rutin menghadiri kajian tafsir.
“Akhirnya, aku menemukan bahwa semakin banyak belajar Islam, semakin jauh membawaku pada realitas bahwa aku tak dapat hidup berbekal kecerdasan sendiri,” katanya.
Jaime yang saat itu baru berusia 21 tahun pun telah menemukan kemantapan hatinya pada Islam. Tapi, sebelum mantap untuk bersyahadat, ia memilih melakukan wisata religi dengan sekitar 300 Muslim lain ke Florida. Ialah satu-satunya non-Muslim di rombongan itu. Saat itu, ia pun bertemu dengan seorang Muslim dari negara yang sama sepertinya, Kolombia. Dengan Muslim tersebut, Jaime banyak berbincang.
Jaime memiliki alasan mengapa tak langsung bersyahadat. Itu bukan berarti ia masih meragukan Islam atau sekadar main-main dalam mempelajarinya. Jaime hanya merasa tak ingin munafik. Ia ingin saat masuk Islam maka sepenuhnya tunduk kepada Allah, meyakini kitab-Nya, dan meneladani Rasul-Nya, Muhammad. Ia ingin menjalin interaksi dengan Tuhan tanpa orang lain tahu. Dia berpendapat, orang lain tak perlu tahu apa yang ia yakini.
Namun, Jaime kemudian mendapat nasihat agar mengucapkan syahadat sebagai syarat masuknya ia ke Islam. Keimanan dalam hati saja tak cukup dan perlu dilisankan. Ia pun kemudian menyadari, bersyahadat pun merupakan syariat yang diajarkan Rasul. Akhirnya, ia menepis keinginannya untuk berislam dalam diam. Jaime pun kemudian pergi ke masjid dan bersyahadat disaksikan sekitar 2.000 orang yang kebetulan tengah berada di masjid.
Saat itu, Jaime masih berada di Florida. Setelah bersaksi syahadatain, jamaah masjid pun mengerumuninya dan memberikan selamat serta doa. “Mungkin aku tidak benar-benar mengerti. Tapi, aku memiliki sebuah awal baru. Aku punya perasaan baru,” ujarnya berseri.
Perubahan Akhlak
Sepulang dari Florida, orang pertama yang ingin Jaime beri kabar tentang keislamannya yakni sang ibunda. Dalam sekejap, sang ibu melihat perubahan sikap Jaime yang teramat sangat. Jaime tak lagi ke klub malam, tak lagi berpergian dengan teman-teman wanita, teman-temannya berubah.
Kegiatan Jaime pun berubah drastis, ia justru rajin belajar ke Islamic Center, termasuk belajar bahasa Arab. Tak hanya itu, Jaime juga bergabung dengan organisasi Muslimin nonprofit yang menggeliatkan dakwah Islam.
“Ibu saya bilang, kau terlihat seperti orang yang telah dicuci otak,” ujar Jaime sembari tertawa mengingatnya.
Jaime pun kemudian menjelaskan pada ibunya, ia telah menemukan tujuan hidup, yakni beribadah kepada Allah. Dengan lembut, Jaime pun memberikan penjelasan, sehingga ibunya pun mengerti. Adapun sang ayah, justru mendapat penjelasan lebih karena dia justru tertarik membaca sumber-seumber keislaman.
Tapi, keduanya masih berlum mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam. Justru, pacar Jaime lah yang secara mengejutkan memutuskan untuk bersyahadat, bahkan berjilbab.
(http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/13/07/25/mqfb6i-kisah-jaime-fletcher-menemukan-kebenaran-islam)